PAKI: Usut Dugaan Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif di Pemda Lahat
Infolahat, Jakarta – Koordinator Perkumpulan Anti Korupsi Indonesia, Muhtadin Sabili, menyerukan kepada aparat penegak hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan, untuk mengusut tuntas dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif di Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat yang diduga melibatkan anggaran fantastis senilai 135 miliar rupiah.
Sabili menjelaskan bahwa dugaan praktik korupsi ini mencuat dari laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lahat tahun anggaran 2020, yang mencantumkan pos pengeluaran untuk perjalanan dinas sebesar Rp135 miliar. Angka ini, menurutnya, tidak masuk akal, mengingat tahun 2020 merupakan masa di mana Indonesia dan dunia tengah menghadapi pandemi Covid-19, yang membatasi hampir seluruh kegiatan masyarakat, termasuk perjalanan dinas.
“Bagaimana mungkin, ketika kebijakan nasional memberlakukan pembatasan aktivitas masyarakat, di Lahat justru mengalokasikan anggaran perjalanan dinas dalam jumlah yang begitu fantastis,” ungkap Sabili di Jakarta, Kamis.
Pandemi Covid-19, lanjut Sabili, telah mendorong banyak instansi pemerintah untuk beralih ke pertemuan daring, menggantikan pertemuan tatap muka yang lazim dilakukan. Langkah ini tidak hanya lebih efisien, tetapi juga menghemat anggaran secara signifikan. Oleh karena itu, pengeluaran besar untuk perjalanan dinas di masa pandemi menjadi sesuatu yang tidak wajar dan patut dicurigai sebagai manipulasi anggaran.
Pada 31 Maret 2020, Pemerintah secara resmi memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membatasi kegiatan di tempat-tempat umum, termasuk kegiatan pemerintahan yang tidak esensial. Pembatasan ini terus berkembang dengan berbagai kebijakan lanjutan seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Ketika mobilitas dibatasi, logikanya kegiatan perjalanan dinas akan berkurang drastis atau bahkan tidak terjadi sama sekali, karena pertemuan dan koordinasi bisa dilakukan secara virtual,” jelas Sabili.
Sabili menegaskan bahwa upaya penegakan hukum terhadap dugaan manipulasi perjalanan dinas ini sebenarnya sudah dimulai, namun baru menyentuh sampel kecil di lapisan bawah, yakni Kepala Dinas Perpustakaan Kabupaten Lahat yang sudah divonis bersalah oleh pengadilan. Nilai kasus yang disidangkan pun terbilang kecil di bawah 1 miliar dan belum menyentuh pemimpin tertinggi di level bupati yang semestinya bertanggung jawab paling besar terhadap kasus ini.
“Kepala Dinas Perpustakaan memang sudah diadili, tetapi nilai korupsinya kecil. Untuk yang 135 miliar ini, Bupati Cik Ujang harus diperiksa karena dia yang seharusnya paling bertanggung jawab,” tegasnya.
Sabili juga memperingatkan bahwa jika praktik korupsi ini tidak ditindak tegas, akan menciptakan budaya korupsi yang lebih luas di kalangan aparatur pemerintah. Jika aparat lainnya melihat bahwa tindakan ini tidak memiliki konsekuensi yang serius, mereka mungkin akan terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Model manipulasi anggaran perjalanan dinas seperti ini atau yang dikenal dengan istilah travel expense fraud bisa jadi jamak dilakukan oleh banyak pamerintah daerah maupun instansi lainnya di Indonesia, karena itu perlu keseriusan aparat penegak hukum untuk menertibkan praktik curang tersebut.
“Kami bersiap untuk melaporkan secara resmi dugaan kasus perjalanan fiktif ini ke KPK & Kejaksaan Agung” pungkas Sabili.